BAB I
MOTIVASI
1.1 Defenisi
Motivasi
Motivasi
adalah suatu dorongan terhadap diri kita agar kita melakukan sesuatu hal.
Dorongan yang kita dapat itu bisa bersumber dari mana saja, entah itu dari diri
kita sendiri atau pun dari hal atau orang lain. Dorongan yang kita sebut
motivasi itu juga yang menjadi suatu sumber tenaga dalam kita mengerjakan suatu
hal agar kita mencapai suatu tujuan yang kita inginkan. Dalam hal ini kegiatan
yang kita lakukan dapat berbentuk negatif ataupun positif meskipun motivasi kita
semua awalnya “baik”.
Motivasi ada banyak jenisnya antara lain motivasi belajar,
motivasi berprestasi, motivasi agresi, motivasi berafiliasi, dll. Dalam hal ini
motivasi berprestasi yang akan menjadi topik utamanya. Hal itu dikarenakan
motivasi inilah yang sangat umum di masyarakat.
Motivasi berprestasi merupakan konsep yang dikembangkan
pertama kali oleh Alexander Murray dengan istilah need for achievement (Petri,
1981). Selanjutnya McClelland dan Atkinson melanjutkannya dengan penelitian
tentang hal tersebut dalam bentuk konsep teoritik tentang motivasi berprestasi
(Buck, 1988).
Pengertian-pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa
motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri individu untuk
mencapai suatu nilai kesuksesan. Di mana nilai kesuksesan tersebut mengacu pada
perbedaannya dengan suatu keberhasilan atas penyelesaian masalah yang pernah
diraih oleh individu maupun berupa keberhasilan individu lain yang dianggap
mengandung suatu nilai kehormatan.
1.2 Motivasi
Menurut Para Ahli
Motivasi
adalah sebuah alasan atau dorongan seseorang untuk bertindak. Orang yang tidak
mau bertindak sering kali disebut tidak memiliki motivasi. Alasan atau dorongan
itu bisa datang dari luar maupun dari dalam diri. Sebenarnya pada dasarnya
semua motivasi itu datang dari dalam diri, faktor luar hanyalah pemicu
munculnya motivasi tersebut. Motivasi dari luar adalah motivasi yang pemicunya
datang dari luar diri kita. Sementara meotivasi dari dalam ialah motivasinya
muncul dari inisiatif diri kita.
Pada dasarnya motivasi itu hanya dua, yaitu untuk meraih
kenikmatan atau menghindari dari rasa sakit atau kesulitan. Uang bisa menjadi
motivasi kenikmatan maupun motivasi menghindari rasa sakit. Jika kita
memikirkan uang supaya kita tidak hidup sengsara, maka disini alasan seseorang
mencari uang untuk menghindari rasa sakit. Sebaliknya ada orang yang mengejar
uang karena ingin menikmati hidup, maka uang sebagai alasan seseorang untuk
meraih kenikmatan.
a.
Menurut Walgito (2002):
Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak
atau tomove yang berarti kekuatan dalam diri organisme yang mendorong untuk
berbuat (driving force). Motif sebagai pendorong tidak berdiri sendiri tetapi
saling terkait dengan faktor lain yang disebut dengan motivasi.Menurut Caplin
(1993) motif adalah suatau keadaan ketegangan didalam individu yang
membangkitkan, Memelihara dan mengarahkan tingkah laku menuju pada tujuan atau
sasaran.
Motif juga dapat diartikan sebagai tujuan jiwa yang
mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk
tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi disekitarnya (Woodworth dan Marques
dalam Mustaqim, 1991).Sedangkan menurut Koontz dalam Moekjizat (1984) motif
adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang menggiatkan atau
menggerakkan, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah
tujuan-tujuan tertentu.
b.
Menurut Gunarsa (2003):
Terdapat dua motif dasar yang menggerakkan perilaku
seseorang, yaitu motif biologis yang berhubungan dengan kebutuhan untuk
mempertahankan hidup dan motif sosial yang berhubungan dengan kebutuhan sosial.
Sementara Maslow A.H. menggolongkan tingkat motif menjadi enam, yaitu:
kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan
seks, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (dalam Mahmud,
1990).
Terlepas dari beberapa definisi
tentang motif diatas, tentu kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa motif
adalah suatu dorongan dari dalam diri individu yang mengarahkan pada suatu
aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu pula.
Sementara itu motivasi didefinisikan oleh MC. DOnald (dalam
Hamalik, 1992) sebagai suatu perubahan energi didalam pribadi seseorang yang
ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya
terdapat tiga unsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu:
1.
Motif
dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya adanya perubahan dalam sistem pencernaan akan
menimbulkan motif lapar.
2.
Motif
ditandai dengan timbulnya perasaan (afectif arousal), misalnya karena amin tertarik
dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.
3.
Motif
ditandai oleh reaksi-rekasi untuk mencapai tujuan.
c.
Menurut Terry (dalam Moekjizat,
1984):
Motivasi adalah keinginan didalam diri individu yang
mendorong individu untuk bertsindak.latihan atau kegiatan lainnya yang
menimbulkan suatu perubahan secara kognitif,afektif dan psikomotorik pada
individu yang bersangkutan.
d.
Menurut Chung dan Meggison:
Motivasi merupakan prilaku yang ditujukan kepada sasaran,
motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam
mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan
fermormasi pekerjaan)
e.
Menurut Heidjrachman dan Suad Husnan:
Motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi
seseorangagar mau melakukan sesuatu yang diinginkan.Dari defenisi di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya defenisi diatas mempunyai pengertian
yang sama, yaitu semuanya mengandung unsur dorongan dan keinginan.
1.3 Teori
Motivasi
Adapun
teori-teori motivasi adalah sebagai berikut :
a.
Teori motivasi kebutuhan : Abrahan
H. Maslow
Teori ini lebih dikenal dengan teori hierarchi kebutuhan.
Perilaku individu menurut teori ini akan ditentukan oleh kebutuhan yang paling
kuat.
Menurut abraham maslow manusia mempunyai lima
kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari
yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang
sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh
kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.
Kebutuhan maslow harus memenuhi
kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu
penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan
dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
Lima (5) kebutuhan dasar maslow -
disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu
krusial :
1. Kebutuhan fisiologis
Contohnya adalah : sandang / pakaian, pangan / makanan,
papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil,
bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Contohnya adalah : bebas dari penjajahan, bebas dari
ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan sosial
Contohnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga,
kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan penghargaan
Contohnya adalah : pujian, piagam, tanda jasa,
hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualitas diri adalah kebutuhan dan keinginan
untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai
rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan
bahwa :
“Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin
akan timbul lagi di waktu yang akan datang”.
Pemuasaan berbagai kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif
menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak
akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
b.
Teori Kebutuhan Berprestasi :
McClelland
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai
prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray
sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai
keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai,
memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide
melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai
kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi.
Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan
dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi
tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
·
Sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat.
·
Menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya.
·
Menginginkan
umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan
mereka yang berprestasi rendah.
Manusia pada hakekatnya mempunyai kemampuan untuk
berprestasi di atas kemampuan orang lain. Seseorang dianggap mempunyai motivasi
untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu karya
yang berprestasi lebih baik dari pada prestasi orang lain.
Menurut teori ini kebutuhan manusia ada tiga, yaitu :
·
Kebutuhan
akan kekuasaan
·
Kebutuhan
akan berafiliasi
·
Kebutuhan
akan berprestasi
Apabila
kebutuhannya telah mendesak, maka kebutuhan itu akan termotivasi untuk
memenuhinya.
Jika
kebutuhan akan kekuasaan makin tinggi, maka orang akan berusaha untuk bersikap
senang memberi perhatian untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain,
mencari posisi pimpinan, berusaha tampil berbicara dimuka umum, dsb.
Jika
kebutuhan akan afiliasi mendesak, maka orang akan bersikap dan bertindak untuk
membentuk orang lain yang membutuhkan, berusaha membina hubungan yang
menyenangkan dan saling pengertian.
Jika
kebutuhan akan berprestasi makin tinggi, maka orang akan berusaha menetapkan
suatu tujuan yang penuh tantangan namun masih mungkin dicapai, melakukan
pendekatan yang realistis terhadap resiko, bertanggung jawab atas
penyelesaiannya.
Menurut
mcclelland, perbedaan dalam kebutuhan untuk berprestasi sudah tampak sejak anak
lima tahun. Hal ini sangat erat hubungan dengan kehidupan keluarga, terutama
dalam pengaruh itu ketika si anak menginjak usia delapan sampai sepuluh tahun.
Para ibu dari anak yang berusia delapa tahun, dengan kebutuhan prestasi yang
tinggi, dapat mengharapkan anak-anaknya memiliki perilaku berdasarkan
kepercayaan pada dirinya sendiri, misalnya dalam hal mencoba dengan sekuat tenaga
untuk mencapai keinginannya, berusaha keras dalam persaingan, atau mempunyai
keberanian untuk keliling kota. Anak-anak itu sudah dapat membuat
keputusan-keputusan penting.
Dalam
batas tertentu, dorongan atau kebutuhan berprestasi adalah sesuatu yang ada dan
dibawa dari lahir. Namun, dipihak lain, kebutuhan untuk berprestasi ternyata,
dalam banyak hal, adalah sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan, hasil dari
mempelajari melalui interaksi dengan lingkungan. Adapun lingkungan pergaulan,
dan masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan
untuk berprestasi, menurut mcclelland, adalah suatu daya dalam mental manusia
untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan
lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan
oleh virus mental. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dalam
kehidupan psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu
kegiatan yang hebat sehingga, dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan
yang teramat cepat. Daya pedorong tersebut dinamakan virus mental, karena
apabila berjangkit di dalam jiwa manusia, daya tersebut akan berkembang biak
dengan cepat, dengan kata lain, daya tersebut akan meluas dan menimbulkkan
dampak dalam kehidupan.
c.
Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG”
dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E
= Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut
didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat
persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer.
Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua
dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan
keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self
actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai
jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila
teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
·
Makin
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
·
Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
·
Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme
oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat
menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain
memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
d.
Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi
penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal
dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor
hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud
faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya
intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud
dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong
sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan
yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang
lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain
status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan
seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi,
kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami
dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana
yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat
intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
e.
Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong
untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai
mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu : Seorang akan berusaha memperoleh imbalan
yang lebih besar, atau Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam
melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu,
seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
·
Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya.
·
Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri.
·
Imbalan
yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis.
·
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai
dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian
harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi
meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul
berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat
kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas,
seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
f.
Teori penetapan tujuan (goal setting
theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan
memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
·
Tujuan-tujuan
mengarahkan perhatian
·
Tujuan-tujuan
mengatur upaya
·
Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi
·
Tujuan-tujuan
menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
g.
Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan
)
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And
Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori
Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang
ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya
akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang
sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya,
yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat
sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan
harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat
terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan
menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para
praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik
tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para
pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara
yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap
penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu
mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.
h.
Teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di
muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada
kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti
sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Sebenarnya dalam kehidupan
organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula
oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya,
dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan
pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang
dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk
mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan
mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah
seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu
singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut
berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut
menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja
lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang
pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya,
mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan
kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang
digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat
manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh
dengan “gaya” yang manusiawi pula.
i.
Teori Kaitan Imbalan dengan
Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model
motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem
motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model
tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para
pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan
imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang
individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
·
Persepsi
seseorang mengenai diri sendiri
·
Harga
diri
·
Harapan
pribadi
·
Kebutuhaan
·
Keinginan
·
Kepuasan
kerja
·
Prestasi
kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
·
Jenis
dan sifat pekerjaan
·
Kelompok
kerja dimana seseorang bergabung
·
Organisasi
tempat bekerja
·
Situasi
lingkungan pada umumnya
·
Sistem
imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
1.4 Jenis – Jenis Motivasi
Adapun jenis-jenis motivasi terbagi 2 (dua) adalah
sebagai berikut :
1.
Motivasi positif
Motifasi positifa adalah upaya
menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan memberikan
imbalan/intensif.
2.
Motivasi negatif
Motivasi negatif adalah upaya untuk
menggerakkan bawahan dengan memberikan ancaman dari atasan dengan tujuan
mencapai sasaran dalam waktu singkat.
Motivasi negatif lebih efektif
diterapkan kepada para bawahan yang mempunyai
keterampilan rendah, pengalaman kurang dan kedudukan
rendah. Di dalam prakteknya sebelumnya tidak ada sesuatu motivasi yang murni
yang dipakai antara keduanya, tapi lazimnya dipakai kombinasi keduanya,. Cuma
saja porsinya tergantung dari situasi dan kondisi antara lain :
·
Seifat pekerjaannya
·
Tingkat pendapatan karyawan
·
Jangka waktu untuk mencapai sasaran
BAB II
KEPEMIMPINAN
2.1 Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang di
organisasikan ke arah pencapaian tujuan. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan
adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan
pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang
ahli diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran atau
instruksi.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimpin
yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting
misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas.
2.2 Teori
Kepemimpinan
Adapun
teori-teori kepemimpinan adalah sebagai berikut :
a.
Teori Sifat Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah suatu fungsi kualitas seorang individu, bukan fungsi situasi, teknologi
atau dukungan masyarakat. Keith Davis mengintisarikan ada empat ciri utama yang
mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi, yaitu :
·
Kecerdasan
(Intellegence)
·
Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (Social
Maturity and Breath)
·
Motivasi
dari dan dorongan berprestasi
·
Sikap-sikap
hubungan manusia
b.
Teori Kelompok
Teori
Kelompok dalam kepemimpinan (group theory of leadership) dikembangkan atas
dasar ilmu psikologi sosial. Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian
tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dan
bawahannya.
c.
Teori Situasional / Contingency
Pendekatan
sifat maupun kelompok terbukti tidak memadai untuk mengungkap teori
kepemimpinan yang menyeluruh, perhatian dialihkan pada aspek-aspek situasional
kepemimpinan. Fred Fiedleer telah mengajukan sebuah model dasar situasional
bagi efektivitas kepemimpinan yang dikenal sebagai contingency model of
leadership effectiveness yang menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan
situasi yang menguntungkan atau menyenangkan, situasi-situasi tersebut
digambarkan dalam tiga dimensi empiric yaitu :
·
Hubungan
pimpinan anggota
·
Tingkat
dalam struktur tugas
·
Posisi kekuasaan
d.
Teori Path-Goal
Teori
ini menganalisa pengaruh (dampak) kepemimpinan terutama perilaku pemimpin
terhadap motivasi bawahan, kepuasan dan pelaksanaan kerja.
Teori
ini memasukkan empat tipe atau gaya pokok perilaku pemimpin, yaitu :
·
Kepemimpinan
direktif (directive leadership)
·
Kepemimpinan
suportif (supportive leadership)
·
Kepemimpinan
partisipatif (participative leadership)
·
Kepemimpinan
orientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
e.
Teori Genetis / Keturunan
Teori
ini menyatakan bahwa seorang pemimpin lahir bukan karena dibuat, tetapi dia
lahir menjadi pemimpin oleh bakat-bakat yang luar biasa sejak dilahirkan. Dalam
dirinya mengalir bakat-bakat dari orangtuanya maupun nenek moyangnya. Pemimpin
yang lahir dari factor genetis, biasanya memiliki kemampuan yang luar biasa
yang nampak sejak kecil.
f.
Teori Sosial
Lain
halnya dengan teori genetis, teori sosial bertolak belakang dengan teori
genetis. Teori sosial lebih menekan bahwa seorang pemimpin dapat disiapkan,
dididik, dibentuk, dan tidak dilahirkan begitu saja. Setiap orang bisa menjadi
pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan, serta didorong oleh kemauan
sendiri. Salah satu wadah persiapan bagi pemimpin adalah lembaga yang bernama
sekolah, madrasah, pesantren maupun pelatihan-pelatihan khusus untuk mencetak
seorang pemimpin.
g.
Teori Ekologis
Teori
ini merupakan teori yang mencoba mensistensikan kedua teori di atas, yaitu
genetis dan sosial. Teori ekologis lebih fleksibel. Teori ini menyatakan bahwa
seorang pemimpin sukses menjadi pemimpin bila sejak lahir dia telah memiliki
bakat-bakat kepemimpinan dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui
pengalaman dan usaha pendidikan, juga sesuai dengan tuntutan ekologis
lingkungannya.
2.3
Tanggung Jawab
Pimpinan
Adapun tanggung
jawab sebagai seorang pimpinan adalah sebagai berikut :
·
Menyusun pencapaian tujuan (visi) yang
jelas.
·
Menghasilkan hambatan-hambatan
pencapaian tujuan.
·
Mengubah tujuan karyawan sedemikian
rupa sehingga tujuan itu dapat diintegrasikan dengan tujuan perusahaan.
·
Memeri kepuasan terhadap kebutuhan
karyawan.
Menurut Robert
Miljees ada beberapa tangggung jawab pimpinan yaitu :
·
Menentukan tujuan pelaksanaan kerja
yang realistis.
·
Melengkapi para bawahan dengan
sumber-sumber dana yang diperlukan untuk penyelesaian tugasnya.
·
Menjelaskan kepada bawahan secara
terperinci apa-apa yanag diharapkan dari mereka.
·
Menyusun dan menetapkan imbalan yang
sepadan untuk merangsang prestasinya.
·
Mendelegasikan wewenang bila diperlukan
dan mengundang partisipasi apabila memungkinkan.
2.4 Wewenang Kepemimpinan
Wewenang pimpinan
adalah hak untuk bertindak mengambil keputusan menjalankan tugas-tugas serta
mempengaruhi perilaku bawahan.
Kriteria-kriteria
memilih pimpinan :
Untuk memilih
pimpinan ada syarat-syarat kualitas yang harus dimiliki yaitu :
·
Mempunyai kesediaan untuk menerima
tanggung jawab
Artinya dia
harus berani menerima tantangan yang coraknya bermacam-macam.
·
Kemampuan untuk peka/sensitif melihat
Maksudnya
pemimpin itu sanggup melihat, mengamati dan menerima kenyataan serta memahami
karyawan.
2.5 Tipe
Kepemimpinan
a.
Tipe Otokratis
Pada
tipe ini menjelaskan bahwa pemimpin memiliki kekuasaan dalam bertindak. Tipe
ini mencirikan sebagai pemimpin yang memiliki karakteristik negatif karena
menunjukkan pemimpin yang otoriter.
Ciri-ciri
tipe otokratis adalah :
·
Mengandalkan
kepada kekuatan / kekuasaan
·
Menganggap
dirinya paling berkuasa
·
Keras
dalam mempertahankan prinsip
·
Jauh
dari para bawahan
·
Perintah
diberikan secara terpaksa
Gaya
kepemimpinan otokratis adalah :
·
Bernada
keras dalam pemberian perintah atau instruksi
·
Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
·
Menggunakan
pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan
Dari tipe otokratik tersebut sudah jelas bahwa kekuasaan di
pegang penuh oleh pimpinan, bersikap negatif menjadikan manusia takut dalam
berpendapat.
b.
Tipe Laissez Faire
Kepemimpinan
laissez faire (gaya kepemimpinan yang bebas) adalah gaya kepemimpinan yang
lenih banyak menekankan pada keputusan kelompok. Dalam gaya ini, seorang
pemimpin akan menyerahkan keputusan kepada keinginan kelompok, apa yang baik
tergantung kepada kemauan kelompok. Pada umumnya tipe laissez faire ini
dijalankan oleh pemimpin yang tidak mempunyai keahlian teknis.
Ciri-cirinya
adalah :
·
Memberi kebebasan kepada para bawahan
·
Pimpinan
tidak terlibat dalam kegiatan
·
Semua
pekerjaan dan tanggung jawab dilimpahkan kepada bawahan
·
Tidak
mempunyai wibawa
·
Tidak
ada koordinasi dan pengawasan yang baik
Dari tipe laissez faire ini
bukan tipe pemimpin yang sebenarnya, karena tidak bisa menggerakkan
bawahan, sehingga tujuan organisasi tidak akan tercapai.
c.
Tipe Paternalistik
Pada
tipe ini memiliki ciri tertentu yang bersifat fathernal atau kebapakan.
Kepemimpinan seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapakan dalam
menggerakan bawahan dalam mencapai tujuan. Namun kadang-kadang pendekatan yang
dilakukan ini terlalu sentimental.
Ciri-ciri
tipe paternalistik :
·
Pemimpi
bertindak sebagai bapak
·
Memperlakukan
bawahan sebagai orang yang belum dewasa
·
Selalu
memberikan perlindungan
·
Keputusan
ada di tangan pemimpin
Dalam keadaan tertentu memang tipe kepemimpinan seperti ini
sangat diperlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifat negatifnya tipe
paternalistik ini justru kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap
organisasi yang dipimpinnya.
d.
Tipe Militeristik
Tipe
kepemimpinan ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otokratis. Tipe ini
berbeda dengan seorang pemimpin modern.
Ciri-ciri
tipe militeristik :
·
Dalam
komunikasi menggunakan saluran formal
·
Displin
yang tinggi, kadang bersifat kaku
·
Komunikasi
hanya berlangsung searah
·
Menggunakan
system komando / perintah
·
Segala sesuatu bersifat formal
·
Tidak
menghendaki saran, usul, dan kritikan-kritikan dari bawahan
e.
Tipe Demokratis
Dari berbagai macam tipe
kepemimpinan, tipe demokratis merupakan tipe yang dianggap berkepemimpinan
baik. Hal ini disebabkan karena tipe demokratis ini menunjukkan bahwa
kepentingan kelompok lebih di dahulukan dibandingkan dengan kepentingan
individu.
Ciri-ciri
tipe demokratis :
·
Bawahan diberi kesempatan untuk memberi saran dan ide-ide
baru
·
Berpartisipasi
aktif dalam kegiatan organisasi
·
Bersifat
terbuka
·
Berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
·
Dalam
pengambilan keputusan utamakan musyawarah untuk mufakat
·
Lebih
menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan
·
Menghargai
potensi individu
·
Mentolerir
bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar
Jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisyatif
dan prakarsa dari bawahan
·
Selalu
berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya
Dari ciri-ciri tersebut dapat kita ketahui bahwa menjadi
seorang pemimpin yang demokratis itu tidaklah mudah. Namun jika tujuan ingin
tercapai maka kita harus bisa menjadi seorang pemimpin yang demokratis.
6.
Tipe Open Leadership
Tipe ini hampir sama dengan tipe demokratis. Perbedaannya
terletak dalam hal pengambilan keputusan. Pada tipe open leadership ini
menunjukkan bahwa keputusan berada ditangan pemimpin.
Ciri-ciri
tipe open leadership :
·
Bawahan
menerima pengaruh dari pemimpin karena mereka menghormati, menyukai, atau
menghargai pemimpinnya, bukan hanya karena para pemimpinnya, bukan karena
parapemimpin tersebut memegang jabatan dari kekuasaan secara formal.
·
Melibatkan
penggunaan pengaruh untuk satu maksud tertentu, yaitu untuk mencapai tujuan
kelompok atau tujuan organisasi
·
Satu
proses dua arah.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan merupakan ikhtiar dari apa yang telah diuraikan
sebelumnya berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Motivasi adalah suatu dorongan
terhadap diri kita agar kita melakukan sesuatu hal. Dorongan yang kita dapat
itu bisa bersumber dari mana saja, entah itu dari diri kita sendiri atau pun
dari hal atau orang lain.
2. Untuk memahami tentang motivasi,
kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi yang sudah di jelaskan
pada halaman sebelumnya,teori-teori tersebut antara lain : (1) teori Abraham H.
Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi);
(3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5)
teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori
Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan
Imbalan dengan Prestasi.
3. Kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang di organisasikan ke arah
pencapaian tujuan.
4. Tipe kepemimpinan ada 6 diantaranya
: (1) Tipe otokratis, (2) Tipe Laissez Faire, (3) Tipe paternalistik, (4) Tipe
militaristik, (5 ) Tipe demokratis, dan (6) Open leadership.
5. Sedangkan dalam teori kepemimpinan
ada 7 teori, yaitu : teori sifat kepemimpinan, teori kelompok, teori
situasional, teori genetis (keturunan), teori social dan ekologis.
6. Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimpin
yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting
misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.squidoo.com/definisi-motivasi
http://www.scribd.com
http://www.imammedan.co.cc/2010/07/pengertian-kepemimpinan-dan-tipekepemimpinan.html
http://tentangmotivasi.blogspot.com/2010/04/pengertian-prestasi.html
Anggiat Parlindungan Simbolon. 2015.
Manajemen Sumber Daya Manusia.
.